ALIRAN HINAYANA DAN MAHAYANA
Responding Paper
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada
Mata Kuliah Agama Buddha
Dosen pembimbing:
Dra. Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Oleh:
Ifa Nur Rofiqoh
(1111032100049)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
PENDAHULUAN
Sebagaimana halnya dengan agama-agama lain timbul madzhab
dikalangan para pengikutnya, maka
demikian pula Budhisme ini setelah Budha
wafat terjadi juga perpecahan menjadi beberapa aliran/sekte dikalangan
pengikutnya.
Yang menjadi salah satu alasan utamanya adalah karena adanya
perbedaan pandangan tentang Dhamma yang diajarkan Sang Budha.
B.
ALIRAN HINAYANA DAN MAHAYANA
a.
Sejarah Awal Terjadinya Perpecahan Dalam Ajaran Agama Budha
Perpecahan
mula-mula terjadi dikalangan anggota Sangha tetapi kemudian meluas sampai pada
orang awam. Karena Sangha berusaha menarik pengikutnya masing-masing guna
mempertahankan kedudukan ajarannya.[1]
Beberapa minggu setelah Sang Budha (483 SM) seorang bikkhu tua yang
tak disiplin bernama Subhadha berkata “janganlah
bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari pertapa
agung yang tidak akan lagi memberi tahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan
dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita; tetapi sekarang kita
dapat berbuat apapun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita
senangi”, dengan kata lain para Bikkhu dapat melakukan apa yang diinginkan
karena Sang Buddha sudah tiada. Bikkhu Kassapa, setelah mendengar kata-kata itu
memimpin pasamuan agung (konsili) di Rajagaha. [2]
Dalam pasamuan agung yang pertama inilah
mereka mengikuti ajaran Sang Budha seperti tersebut dalam kitab Vinaya-Pitaka,
sebagaimana sabda Sang Budha yang terakhir: “Jadikanlah Dhamma dan Vinaya
sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.[3]
Pada mulanya Tipitaka ini diwariskan
secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Satu abad kemudian
terdapat sekelompok bikkhu yang berniat mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini,
para bikkhu yang mempertahankan Dhamma Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang
Budha menyelenggarakan pasamuan agung kedua[4]
di Vesali. Kelompok bikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma-vinaya ini
menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravada; sedangkan kelompok
bikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak
berkembang menjadi madzhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Sang Budha Gotama
wafat, agama Budha terbagilah menjadi dua aliran besar Theravada dan Mahayana.[5]
b.
Aliran Hinayana/Theravada
Golongan ini dipimpin oleh Sthavira yang dicap golongan kolot
(orthodox), mereka berasal dari daerah selatan (Caylon). Yang kemudian aliran
faham golongan Stavira tersebut dinamakan madzhab Hinayana (kendaraan kecil)
atau disebut theravada. Mereka adalah golongan yang ingin mempertahankan ajaran
asli Budha, terlepas dari kebudayaan luar.[6]
Dalam pokok ajarannya Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang
logis dari dasar-dasar yang terdapat didalam kitab-kitab kanonik. Secara umum
dapat dirumuskan sebagai berikut:
-
Segala
sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja.
-
Dharma-dharma
itu adalah kenyataan yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab dan
akibat.
-
Tujuan
hidup adalah mencapai Nirwana.
-
Cita-cita
yang tertinggi adalah menjadi arahat.[7]
Pemikiran
yang berkembang langsung berdasarkan ajaran Sang Budha Gautama yang disebut
Hinayana/Theravada menitik beratkan kepada jalan mulia beruas delapan untuk
mencapai Nirvana. Hinayana sagat terikat pada ajaran Sang Budha yang ditulis
dalam Vinaya, Sutta dan Abidhamma (Tipitaka Pali). Oleh karena itu ajaran
madzhab ini juga dinamakan sebagai “the doctrine of the eyes”.[8]
c.
Aliran Mahayana
Golongan ini dipimpin oleh Mahasanghika, yang ingin mengembangkan
ajaran Budha secara terbuka terhadap kebudayaan masyarakat. Jadi aliran kedua
ini ingin menyesuaikan diri dengan kemajuan peradaban masyarakat dimana saja,
sehingga kemungkinan pengaruh kebudayaan asing dapat masuk kedalamnya. Dalam
perkembangan selanjutnya madzhab ini disebut sebagai aliran Mahayana (kendaraan
besar) yang berkembang di India Utara kemudian eluas ke negeri-negeri lain
sampai ke Jepang dan Eropa.[9]
Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana
adalah untuk menjadi Bodhisattva.[10]
Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi arahat. Sebab seorang arahat hanya
memikirkan kelepasan diri sendiri. Berkaitan dengan cita-cita tentang
Bodhisattva ini, di dalam aliran Mahayana ada ajaran tentang pariwarta, yaitu bahwa kebajikan dapat
dipergunakan untuk kepentinagn orang lain. Orag yang mendapatkan pahala karena
kebajikannya, dapat mempergunakan pahala itu untuk kepentingan orang lain.
Ajaran ini sudah tentu berlainan sekali dengan ajaran Agama Buddha kuno, yang
mengajarka bahwa hidup seseorang terpisah dari hidup orang lain.[11]
Pandangan Mahayana berbeda sistem dengan Hinayana dalam cara
mencapai tujuan. Mahayana mementingkan pelaksanaan paramita untuk mencapai
membebaskan penderitaan umat manusia. Pemikiran yang mengembangkan intuisi
berkembang dalam Mahayana. Oleh karena itu sebagian sarjana menyebutkan sebagai
“the doctrine of the heart”.[12]
C.
RITUAL DAN PRAKTEK BUDHA MAHAYANA DAN HINAYANA
a.
Pokok-Pokok Ajaran Hinayana dan Mahayana
Pokok-pokok ajaran dan faham antara Hinayana dan Mahayana dapat
disebutkan sebagai berikut:[13]
Hinayana
|
Mahayana
|
Manusia dipandang sebagai seorang individual dalam usahanya
|
Orang dalam usahanya mencapai nirvana tidak egoistis tetapi dapat
saling membantu
|
Usaha kebebasan dalam alam ini tergantung pada diri sendiri
|
Orang tidak sendirian dalam mencapai kelepasan, tetapi dapat
ditolong orang lain yang telah menjadi bodhisatwa
|
Sebagai kunci keutamaan manusia ialah kebijaksanaan
|
Kunci keutamaan ialah kasih sayang yang disebut “karuna”
|
Agama sepenuhnya adalah tugas kewajiban yang harus dijalankan
terutama oleh kaum pendeta
|
Agama punya hubungan dengan kehidupan di dunia bagi orang awam di
luar golongan pendeta
|
Tipe ideal adalah arahat
|
Tipe ideal adalah bodisatwa
|
Budha dipandang sebagai orang suci
|
Budha dipandang sebagai juru selamat
|
Membatasi pengucapan do’a pada meditasi
|
Melakukan do’a-do’a permohonan kepada dewa
|
Menolak hal-hal yang bersifat metafisis
|
Melaksanakan dengan teliti hal-hal yang berhubungan dengan
metafisika
|
Tidak melakukan ritual/upacara agama
|
Mengadakan upacara keagamaan
|
Bersifat konservatif (kolot), karena ingin bertahan pada yang
lama
|
Ajarannya bersifat liberal
|
Tidak mengenal dewa-dewa lokapala (dewa angin) ataupun dewa-dewa
tri murti
|
Mengenal dewa-dewa lokapala (dewa angin) serta dewa-dewa trimurti
Budhisme
|
Tidak
mengenal ber yoga atau tantra (mantra-mantra)
|
Memperhatikan
pengalaman yoga dan mantra-mantra (tantranisme)
|
b.
Konsepsi Ketuhanan
Esensi ajaran Budhisme hinayana sesuai dengan keaslian ajaran
Budha. Tidak mengenal adanya dewa-dewa penyelamat manusia. Dengan demikian maka
dalam Hinayana tidak terdapat upacara-upacara keagamaan dan pemujaan terhadap
yang maha suci.
Berbeda dengan aliran Hinayana, Mahayana mengenal banyak dewa-dewa,
sehingga boleh dikatakan Mahayana adalah berfaham politeisme seperti dalam agma
Hindu. Hal ini karena adanya kenyataan sebagai berikut:
-
Mengenal
faham trimurti Budisme yaitu kepercayaan terhadap adanya tokoh-tokoh kedewaan
yang terdiri dari Dyani Budha, Manusia Budha dan Dyani Bodisatwa yang
kesemuannya bersumber pada Adi Budha (yang bersemayam di Sorga loka)
-
Mempercayai
adanya dewa-dewa lokapala yaitu dewa-dewa yang menjaga dunia diarah penjuru
angin.
-
Mempercayai
adanya sakti-sakti (istri dewa)
-
Mengadakan
upacara keagamaan dalam bentuk pemujaan kepada Budha serta memberikan kurban
kepadanya.[14]
c.
Konsep Tentang Pencipta Alam
Teori Budhisme tentang penciptaan alam berhubungan erat dengan
kecenderungan manusia mrncari perlindungan. Pencipta alam menurut Mahayana
adalah Adi Budha, yang mengirim wakil-wakilnya turun kedunia untuk memelihara
dan memberi perlindungan kepada manusia. Alam ini dicipta dalam tiga zaman yang
masing-masing dijaga oleh tokoh kedewaan sebagai berikut:[15]
a.
Pada
zaman lampau dunia dijaga oleh dewa-dewa:
-
Vairochana
(D), Samantabadhra (B), Karkucchanda (M)[16]
-
Aksobya
(D), Vajrapani (B), Kanakamuni (M)
-
Amogasidha
(D), Ratnapani (B), Kasyapa (M)
b.
Pada
zaman sekarang dunia dijaga oleh dewa-dewa:
-
Amitaba
(D), Avolakiteswara (B), Sakyamuni (M)
c.
Pada
zaman yang akan datang dunia dikuasai oleh dewa-dewa:
-
Ratnasambhava
(D), Wisvapani (B), Maitreya (M)
D.
KESIMPULAN
Dua aliran besar atau disebut dengan filosofi agama Budha adalah
aliran yang pertama kali muncul dalam sejarah Budha. Kedua aliran ini mempunya
pandangan yang berbeda dalam menyebarkan Dhamma. Dapat dilihat dalam kolom
berikut:
|
Hinayana/Theravada
|
Mahayana
|
Wilayah perkembangan
|
Thailand
|
Korea-Jepang
|
Kitab suci yang diakui
|
Tipitaka Pali
|
Tripitaka-sutra
|
Tujuan Budha
|
Arahat: disebut jalan sesepuh/jalan kecil hanya dapat
menyelamatkan dirinya sendiri dn tidak ada hubungannya dengan orang lain
(Nabi)
|
Bodhisatwa: disebut jalan besar, selain dapat menyelamatkan diri
sendiri juga dapat membantu orang lain (Rasul)
|
E.
REFERENSI
o
Hadiwijono,
Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia, cet. XVII, 2010
o
H.
M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT. Golden
Terayon Press, 1995
o _______. Kapita Selekta Agama Budha.
Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi, 2003
[1]
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT.
Golden Terayon Press, 1995), h. 107
[3]
Ibid.
[4]
Pada pasamuan agung yang kedua ini kitab suci Tipitaka diucapkan ulang oleh 700
orang arahat.
[5]
_______. Kapita Selekta Agama Budha, h. 27
[6]
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, h. 107
[7]
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Budha, (Jakarta: Gunung Mulia, cet.
XVII, 2010), h. 91
[8]
_______. Kapita Selekta Agama Budha, h. 49
[9]
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, h. 107
[10]
Didalam Mahayana Bodhisatwa adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan
dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi
masak pada diri orang lain. Namun jauh sebelum Mahayana timbul istilah
Bodhisatwa sudah dikenal juga. Lihat Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan
Budha, h. 92
[11]
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Budha, h. 92
[12]
_______. Kapita Selekta Agama Budha, h. 49
[13]
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, h. 108-111
[14]
Hal ini dapat disaksikan dalam upacara Vaisak yang setiap 6 bulan sekali
diadakan di Candi Borobudur
[15]
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, h. 113-114
[16]
Keterangan:
(D) = Dyanibudha,
(B) = Bodhisatwa, (M) =
Manusia Budha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)