ALIRAN NICHIREN
Responding Paper
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada
Mata Kuliah Agama Buddha
Dosen pembimbing:
Dra. Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Oleh:
Ifa Nur Rofiqoh
(1111032100049)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
PENDAHULUAN
Nichiren
(1222-1282) adalah seorang tokoh utama dalam sejarah Jepang yang giat dalam
usaha pembaharuan sosial. Sama seperti halnya para pendiri Amidaisme dan Zen
Budhisme, ia mula-mula mempelajari agama Budha melalui ajaran-ajaran sekte
Tendai. Dari hasil studinya itu, ia menyadari bahwa agama Budha sudah
terpecah-pecah dan diperlemah oleh munculnya beraneka ragam sekte, dan oleh
keinginan-keinginan duniawi para pendeta agama Budha. Ia beranggapan bahwa
semua sekte-sekte itu telah menyimpng dari ajaran Sakyamuni[1]
yang asli. Oleh karena itu tujuan utama Nichiren adalah untuk mengembalikan
agama Budha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikan dasar perbaikan
masyarakat.[2]
Pada
dasarnya semua aliran Budha yang berkembang tetaplah dalam lingkaran agama
Budha asalkan para pengikutnya masih mempercayai tiga hal pokok dalam agama
budha yaitu mengakui Budha sebagai guru, mempercayai hukum kasunyataan dan tri
ratna, meskipun dalam penafsiran yang berbeda. Seperti halnya dalam aliran yang
akan kita bahas saat ini yaitu Nichiren, para pengikutnya mengkonsep tri ratna
ala Nichiren. Yang berpandangan bahwa Budha yang mereka akui adalah Nichiren,
Dharma mereka berbentuk nyanyian-nyanyian, dan Sanghanya adalah Gohanzon.
Untuk itulah
menarik sekali bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang aliran-aliran
Budha yang berkembang di berbagai negara, salah satunya adalah aliran Nichiren.
Pada mulanya aliran Nichiren diperkenalkann di Jepang, namun didalam
perkembangannya ia menyebar ke
Indonesia. Oleh karenanya dalam pembahasan paper ini akan ada dua Nichiren,
yaitu di Jepang dan di Indonesia.
B.
ALIRAN BUDHA NICHIREN
a.
Nichiren Soshu di Jepang
Sekte Nichiren
pertama lahir di Jepang dan didirikan oleh Nichiren Daisonin (1222-1282),
beliau anak dari keluarga nelayan yang miskin, tinggal di desa kecil Kominato,
Tojo daerah Nagasa profinsi Awa.[3] Nichiren merupakan seorang yang sangat karismatik
dalam sejarah keberagamaan Jepang. Para pengikutnya meyakini bahwa Nichiren
adalah setengah manusia dan setengah Lotus-Sutra.
Ia dilahirkan pada 16 Februari 1222 dengan nama Nichiro atau sumber lain
mengatakan Zennichiro atau Zennichi maro. Ia mulai pendidikan kebuddhaan pada
usia 11 tahun dengan bantuan seorang wanita bangsawan yang dekat dengan
keluarganya. Ia belajar di Kuil Kiyosumidera sebuah pusat pendidikan terbesar
di daerah itu. Akan tetapi, Nichiren muda yang ketika itu diberi nama pendeta
Rencho, merasa kuil tersebut tidak mampu memenuhi dahaganya terhadap ilmu
pengetahuan. Ia melanjutkan pendidikannya di Kuil Hachimanguji di pusat wilayah
de facto Jepang, Kamakura. Kuil tersebut merupakan pusat pendidikan sekte
Tendai di Jepang. [4]
Beliau adalah seorang biksu Jepang yang militan yang tidak
sependapat dengan Budhism Mahayana yang telah ada di Jepang yaitu sekte-sekte:
Amida (Jodo), Zen (Cha’an), Singon (Tantra), Ritsu (Vinaya), Tendai
(T’ien-ta’i). Dia membangun pertapaan kecil di tempat namanya Matsuba-gayatsu
untuk dipergunakan sebagai pangkalan bagi penyebaran kepercayaan baru itu.[5]
Nichiren berkeyakinan bahwa ajaran Budha yang murni hanya terdapat
pada lotus sutra yang di tulis beberapa abad sesudah masa Sakyamuni. Kitab
Lotus Sutra tersebut kemudian dijadikan kitab utama yang menjadi dasar ajaran
yang dikemukakannya. Pada tahun 1253 ia mulai aktif menyebarluaskan fahamnya,
dan para pengikutnya kemudian bergabung dalam sebuah sekte yang disebut dengan
sekte Nichiren. Meskipun menghadapi perlawanan dari aliran-aliran agama lainnya
dan mendapat tekanan pula dari pihak penguasa, namun para pengikutnya cepat
bertambah, bahkan lambat laun sekte yang didirikannya menjadi salah satu sekte
yang utama dalam kehidupan agama di Jepang.[6]
Nichiren Daishonin melakukan pembaruan radikal dalam Budhism yang
ada, dia tidak secara menyeluruh menolak Budhisme dari Sakyamuni dan
T’ien-t’ai. Ajarannya adalah pewaris Budhism yang pokok yang mengalir dari
Sakyamuni dan T’ien-t’ai. Diantaranya adalah:[7]
-
Nam-myoho-renge-kyo
Nam-myoho-renge-kyo
yang berarti “aku mengabdikan diriku terhadap kebenaran falsafah hidup yang tak
terkatakan kedalam dan keindahannya yang dijelaskan didalam Sutra Teratai yang
mengandung ajaran Budhisme yang paling luhur”. Dengan lain perkataan, kata-kata
itu menyatakan pengabdian dirinya kepada realitas hidup semesta terhadap hidup
yang ada dimana-mana dalam alam semesta. Nichiren Daishonin berpendapat bahwa
hanya bilamana manusia menjadi satu dengan hidup dari alam semesta dia
benar-benar mencapai kebahagiaan muthlak, yang tak tergoncangkan (alam
ke-Budha-an).
-
Gohonzon
Gohonzon
diciptakan oleh Nichiren Daishonin sebagai pusat pemujaan yang jelas bagi
manusia. Gohonzon dianggap sebagai benda pusat pemujaan bagi semua orang dimana
saja, dia mengukir dai gohonzon agung, yang kini ditempatkan di ruang utama
Sho-Hondo dari Daiseki-ji, kuil utama Nichiren Shoshu. Siapapun yang tawakkal
pada dai gohonzon dan mengucapkan Nam-myoho-renge-kyo kepadanya akan merasakan
roh perorangan nya bergabung dengan roh semesta. Nam-myoho-renge-kyo bukan
semata-mata bacaan, ini melibatkan do’a-do’a dan perbuatan pula.
-
Teori
Kaidan
Berdasarkan
sejarah, kaidan adalah suatu balai Budhis tempat para calon pendeta mengangkat
nadar keagamaan. Dalam ajaran Nichiren mempunyai arti lebih banyak, merupakan
tempat pusat pemujaan dimana semua orang dapat menyatakan kebulatan tekad
mereka untuk mengubah bentuk hidup mereka guna perbaikan mereka sendiri dan
seluruh umat manusia. Serta membersihkan diri mereka dari karma yang
menyedihkan melalui kekuatan dai gohonzon yang maha besar.
Masa kemakmuran hanya berlangsung selama lebih kurang satu setengah
abad, dan diganti dengan masa Muromachi atau masa Ashikaga (1336-1573). Selama
masa ini boleh dikatakan tidak pernah ada suatu bentuk pemerintahan yang stabil
dan efektif di Jepang. Kehidupan dalam bidag agama juga memperlihatkan
kemerosotan. Agama Budha yang pada masa sebelumnya sangat berpengaruh dalam
kehidupan spiritual, pada masa Ashikaga telah berubah menjadi bersifat sekuler.
Semangat keagamaan yang dulunya pernah membawa agama Budha kedalam hampir
setiap rumah tangga rakyat Jepang, hampir-hampir tidak tampak lagi.[8]
b.
Nichiren Soshu di Indonesia (NSI)
Agama Buddha Nichiren Shoshu pertama-tama masuk ke
Indonesia pada tahun 1950-an. Tahun 1964 dibentuk wadah bagi umat Nichiren
Shoshu di Indonesia yaitu NSI (Nichiren Shoshu Indonesia). Organisasi umat
Buddha Nichiren Shoshu Indonesia pertama-tama berupa yayasan yaitu Yayasan
Buddhist Nichiren Shoshu.
Berkembang mula-mula di Jakarta. Sejak kepemimpinan Senosoenoto[9],
agama Buddha Nichiren Shoshu berkembang luas hingga ke desa-desa. Hingga tahun
2005 ini umatnya telah tersebar di berbagai pelosok Indonesia.
Sepeninggalan almarhum Senosoenoto, umat Buddha Nichiren Shoshu di
Indonesia berada dalam wadah tunggal Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma
Indonesia (YPSBDI), yang diketuai oleh Pandita Aiko Senosoenoto.[10]
C.
KESIMPULAN
Nichiren
Soshu merupakan aliran utama yang ada di Jepang sejak abad ke 13. Aliran ini
merupakan tradisi dari Mahayana di Jepang. Yang berpendapat bahwa keselamatan
dapat diperoleh bagi setiap manusia, namun setiap individu mengambil tanggung
jawabnya masing-masing. Dan sangat mempercayai bahwasanya dengan menyembah
Gohonzon merupakan jalan menuju pencerahan.
D.
REFERENSI
o
Djm’annuri.
Agama Jepang. Yogyakarta: PT. Bagus Arafah, 1981
o
Joseph
M. Kitakawa. History of Japanese Religion. 1966.
o
Suwarto
T. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama Budha Mahayana
Idonesia, 1995
[1]
Sakyamuni adalah sebutan Sidharta Gautama di Jepang
[2]
Djm’annuri. Agama Jepang, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah, 1981), h. 34
[3]
Suwarto T. Buddha Dharma Mahayana. (Jakarta: Majelis Agama Budha
Mahayana Idonesia, 1995), h. 520
[4]
Joseph M. Kitakawa. History of Japanese Religion. 1966. Hal 121
[5]
Suwarto T. Buddha Dharma Mahayana, h. 522
[6]
Djm’annuri. Agama Jepang, h. 34-35
[7]
Suwarto T. Buddha Dharma Mahayana, h. 522
[8]
Djm’annuri. Agama Jepang, h. 35
[9] Senosoenoto selain sebagai orang yang membangkitkan Nichiren, beliau juga
ikut mempelopori berdirinya wadah umat Buddha di Indonesia, WALUBI. Beliau
menjadi Sekretaris Jenderal WALUBI pada tahun 1977 (saat itu masih bernama MABI
; Majelis Agama Buddha Indonesia) dengan Ketua Umum Brigjen TNI (purn)
Soemantri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)