Selasa, 21 Mei 2013

Keyakinan Terhadap Hukum Kasunyataan

KEYAKINAN TERHADAP HUKUM KASUNYATAAN
(SRADDHA KE-3)

Responding Paper
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada
Mata Kuliah Budhisme

Dosen pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M. Ag

Oleh:
Ifa Nur Rofiqoh
(1111032100049)

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013


I.    PENDAHULUAN
Hukum kasunyataan merupakan sraddha ke tiga dalam agama Buddha, dimana didalamnya mencakup empat jenis hukum yang pada intinya mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat di dunia ini sehingga kita dapat mencapai tujuan akhir yaitu Nibbana. Untuk dapat memahaminya didalam makalah ini akan dibahas secara ringkas tentang hukum tersebut.



II.    KEYAKINAN TERHADAP HUKUM KASUNYATAAN
Kasunyataan (sacca) berarti apa yang susungguhnya. Dalam bahasa sansekerta disebut Satya artinya fakta yang tidak dapat dibantah.
Hukum kasunyataan berarti hukum yang kekal dan abadi melintasi batas waktu dan geografis. Hukum kasunyataan termasuk didalam dhamma yang telah diajarkan Buddha Gotama kepada manusia dalam khotbah pertama, ialah dua bulan setelah Sidharta Gautama mencapai tingkat Buddha tepat dibulan Asadha tahun 588 SM di Isipatana  (sekarang Sarnath) dekat Benares India. Dapat dikenal adanya empat hukum kasunyataan, yaitu:

a.    Catvari Arya Saccani
Catvari Arya Saccani artinya empat kebenaran yang mulia:
-    Dukkha (Penderitaan)
  • Hidup dalam bentuk apapun di alam samsara ini adalah penderitaan.
  • Dukkha berarti juga: kesedihan, keluh kesah, rasa sakit, kesusahan yang sering dialami oleh batin ataupun jasmani kita.
  • Dilahirkan, usia tua, sakit meninggal adalah penderitaan.
  • Berkumpul dengan orang yang tidak kita sukai adalah penderitaan.
  • Berpisah atau ditinggalkan orang yang kita cintai adalah penderitaan.
  • Tidak mencapai apa yang kita harapkan adalah penderitaan.
  • Memikul beban tanggung jawab baik dalam keluarga maupun guru terhadap murid adalah penderitaan.
  • Masih memiliki 5 skandha  yang masih aktif adalah juga penderitaan.
Jadi, semua kehidupan dengan tidak ada terkecualinya, termasuk dalam panca-skandha adalah sesuatu yang menyedihkan dan dicengkeram oleh penderitaan, sesuatu yang tidak kekal, sesuatu yang tidak berpribadi, dan hampa adanya.
-    Samudaya (Penyebab Dukkha)
Semua penderitaan, atau dengan kata lain, semua kehidupan dikarenakan kenginan (tanha), nafsu keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan (moha), yang mengakibatkan tumimbal lahir yang menjelma sebagai aktivitas dari badan, perkataan dan pikiran.
-    Nirodha (Lenyapnya Dukkha)
dukkha hanya dapat lenyap dengan Padamnya Napsu Keinginan (Tanhakkhaya) dan Padamnya Arus Kekotoran Bathin (Asavakkhaya), yang berarti terhentinya proses tumimbal lahir dan tercapainya Nibbana.
-    Marga (Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha)
Delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) adalah terdiri dari:
  1. Pengertian yang benar (Samyag-drsti), yaitu isyarat yang pertama kali dari karma-karma yang baik.
  2. Pikiran yang benar (samyag-samkalpa), yaitu mempunyai pikiran untuk membebaskan segala ikatan-ikatan (dukkha).
  3. Berbicara yang benar (samyag-vak), berarti pantang untuk berdusta, memfitnah, kata-kata kasar dan kotor, dan cerita omong kosong dan tidak bertanggung jawab.
  4. Perbuatan yang benar (Samyag-karmanta), berarti tidak melakukan atau menyuruh melakukan pembunuhan, penyiksaan, pencurian dan perzinaan.
  5. Penghidupan yang benar (Samyag-ajiva), berarti menghindari lima macam pencaharian yang salah: penipuan, ketidak setiaan, penujuman, kecurangan, praktek lintah darat.
  6. Berusaha yang benar (Samyag-viyayama), berarti usaha untuk menghilangkan dan mengatasi kejahatan/sifat buruk yang telah muncul; dan usaha untuk mengembangkan dan memelihara kebaikan/sifat yang berguna bagi pikiran yang telah ada.
  7. Perhatian yang benar ( Samyag-smrti),
  8. Konsentrasi yang benar (Samyag-samadhi), artinya memusatkan pikiran pada suatu perbuatan yang kita ingin lakukan sesuai dengan cara yang benar.

b.    Hukum Kamma (Hukum Karma)
Hukum karma adalah hukum sebab akibat. Karma dalam artian yang luas adalah semua kehendak dengan tidak membeda-bedakan apakah itu baik atau tidak baik. Prinsip utama dari hukm karma adalah bahwa seseorang akan memetik buah seperti apa yang telah di taburkan benihnya.
Agama Buddha mengajarkan bahwa karma menyebabkan kelahiran kembali (tumimbal-lahir), namun yang dilahirkan kembali bukanlah jiwa, bukan ‘aku’ manusia sebab tiada ‘aku’ yang tetap. Yang dilahirkan kembali adalah watak atau sifat-sifat manusia atau boleh juga disebut ‘kepribadian’-nya, namun kepribadian yang tanpa pribadi, yang tanpa ‘aku’.
Ada tiga macam penyebab dari perbuatan, yaitu: loba (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan).
Sepuluh jenis karma baik, diantaranya: gemar beramal dan bermurah hati, hidup bersusila, sering melakukan meditasi, berendah diri dan hormat, berbakti, cenderung untuk membagi kebahagiaan kepada orang lain, bersimpati kepada kebahagiaan orang lain, sering mendengarkan dharma, gemar menyebarkan dharma, dan meluruskan pandangan orang lain yang keliru. Sedangkan sepuluh jenis karma buruk, antara lain: pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, berdusta, bergunjing, kata-kata atau ucapan kasar dan kotor, omong kosong, keserakahan, dendam, dan pandangan salah. Namun selain keduanya, agama Buddha juga mengajarkan adanya lima bentuk karma celaka, yaitu: membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh orang suci, arahat, dan bodisttva, melukai seorang buddha, dan menyebabkan perpecahan dalam sangha. Kelima perbuatan durhaka tersebut mempunyai akibat yang sangat berat berat yaitu penitisan di alam neraka.

c.    Punnabhava (Tumimbal Lahir)
Perihal Tumimbal Lahir, ajaran Budha menyatakan bahwa hidup ini merupakan proses yang berkesinambungan dari hidup yang lampau, hidup sekarang, dan hidup yang akan datang. Dalam agama Buddha, pengertian persoalan tumimbal lahir tidak semata-mata dihubungkan dengan persoalan roh atau setelah manusia mati. Pengertian tumimbal lahir mencakup makna yang lebih luas. Tumimbal-Lahir merupakan proses dari pada Kamma dimana sifat maupun corak dari suatu kelahiran kembali ditentukan oleh Kamma kita sendiri, karena Tanha telah menjiwai diri kita dan menjadi sebab kita berada sebagai individu beserta gerak hidup kita.
Tumimbal-Lahir dalam Budha berbeda dengan konsep reinkarnasi didalam agama Hindu, karena Tumimbal-lahir dalam Budha memulai proses individu dari awal dengan jiwa dan raga yang baru dengan kemungkinan buruk atau baik. Agama Buddha tidak menganut ajaran tentang adanya perpindahan roh (transmigrasi atau reinkarnasi), tidak ada sesuatu yang meninggalkan tubuh setelah meninggal dunia dan memasuki tubuh lain.

d.    Tilakkha
Tilakkha adalah tiga corak umum dari alam fenomena, yaitu:
-    Anicca, yaitu semua bentuk yang berkondisi adalah tidak kekal (tumbuh-berlangsung-hancur), dengan kata lain yang kekal  di dunia ini adalah tidak kekal (ketidak kekalan itu kekal adanya).
-    Duhkha, yaitu semua bentuk yang terkondisi adalah tidak sempurna dengan kata lain adanya perubahan yang terus menerus.
-    Anatta, yaitu bahwa segala sesuatu tidak mempunyai inti yang kekal abadi/tidak ada hakikat asal atau tidak adanya eksistensi.

e.    Paticca Sammupada
Paticca Sammupada artinya timbul atas dasar dari sebab sebelumnya yang saling bergantungan adanya. Paticca sammupada terdiri dri 4 formulasi dn 12 hukum. 4 formulasi itu adalah:
-    Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
-    Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu.
-    Dengan tidak adanya ini, maka tidak adanya itu.
-    Dengan terhentinya ini, maka terhentilah itu.
Dan 12 hukum tersebut dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:
Keterangan:
Dari ketidaktahuan (avidya), menyebabkan bentuk karma (samskaras); dari samskaras sebagai sebab timbulnya kesadaran (Vijnana); dari kesadaran menyebabkan nama dan wujud (nama-rupa); dari nama-rupa menyebabkan 6 bidang pengertian (sad-ayatana), dari 6 bidang pengertian sebagai sebab timbulnya hubungan (sparca); dari hubungan menyebabkan adanya perasaan (vedana); dari perasaan timbul idaman (trsna); idaman menjadi penyebab adanya kemelekatan (upadana); kemelekatan menyebabkan kejadian (bhava); dari kejadian muncul kelahiran (jati); dan dari kelahiran sebagai sebab timbulnya usia tua, kesalahan, keputusasaan, rasa sakit dan kematian.
Demikianlah kehidupan itu timbul, berlangsung dan bersambung terus menerus tanpa berhenti.


III.    KESIMPULAN
Keyakinan Terhadap Hukum Kasunyataan merupakan saddha ketiga dalam Panca Sadha. Dalam bahasan ini Budhis lebih mengupas tentang moral manusia untuk mencapai Nibbana. Dimana untuk dapat mencapai Nibbana sesorang harus widya tentang empat kebenaran mulia (Cattari Arya Saccani). Seseorang yang sudah mengetahui Dukkha, penyebab Dukkha, lenyapnya Dukkha dan jalan menuju lenyapnya Dukkha akan terbebas dari Kamma dan Tumimbal lahir serta bisa langsung mencapai kebahagiaan yang sempurna (mencapai Nibbana).



IV.    REFERENSI
  • Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
  • Narada, Ven Mahathera. Sang Budha dan Ajaran-Ajarannya. Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1994.
  • Suwarto. Buddha Dharma Mahayana. Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995.
  •  _________.Kebahagiaan dalam Dhamma. jakarta: Majlis Buddhayana Indonesia., 1980.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)