ZEN BUDHISME
Responding Paper
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada
Mata Kuliah Agama Buddha
Dosen pembimbing:
Dra. Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Oleh:
Ifa Nur Rofiqoh
(1111032100049)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
PENDAHULUAN
Membicarakan tentang Zen dalam ajaran Buddhisme bukanlah hal yang mudah.
Hal ini dikarenakan Zen, merupakan ajaran tentang meditasi yang menuntut untuk
dipraktikkan bukan dibicarakan atau dikaji dalam ceramah-ceramah keagamaan.
Maksudnya adalah meninggalkan ketergantungan pada kata, aksara, dan bahasa dan
memulai pemahaman dengan hati.
Secara Harfiah, kata Zen merupakan bahasa Jepang dari Ch’an dalam bahasa
Cina. Ch’an sendiri merupakan penyebutan Dhyana dalam bahasa Cina. Jadi Zen
merupakan perkembangan dari sekte Dhyana di India. Dhyana berarti meditasi. Zen
Buddhisme memfokuskan dirinya pada pencapaian pencerahan (Bodhi) melalui
meditasi sebagaimana yang dilakukan oleh Siddharta Gautama. Zen meyakini bahwa
setiap manusia memiliki sifat kebuddhaan alamiah atau potensi untuk mencapai
pencerahan.
B.
SEJARAH ZEN BUDHISME DAN AJARAN-AJARANNYA
Sang Buddha memberikan lebih dari tiga ratus ceramah
selama empat puluh sembilan (ada yang mengatakan empat puluh lima) tahun
mengajar. Ajaran Beliau yang dicatat dalam Tripitaka itu tidak terbatas. Akan
tetapi, seluruh kebijaksanaan yang mendalam ini tidak memiliki hubungan dengan
awal mula aliran Zen. Menurut legenda, suatu hari ketika Sang Buddha sedang
mengajar di Puncak Burung Hering, ia menaiki tahta-Nya, memetik setangkai
bunga, dan menunjukkannya kepada yang hadir. Tidak seorang pun memahami
maknanya, kecuali Mahakasyapa, yang menanggapinya dengan tersenyum. Sang Buddha
kemudian berkata, “Aku memiliki mata Dharma dari doktrin yang benar dan pikiran
yang indah akan Nirvana. Bentuk yang sejati sebenarnya adalah kekosongan dan
pintu Dharma yang halus. Semua ini telah aku wariskan kepada Mahakasyapa.”
Kejadian ini dianggap sebagai awal mula aliran Zen.
Seperti halnya agama Budha, aliran Zen sebenarnya
adalah produk India yang dilahirkan di tengah-tengah kesunyian hutan-hutan di
India. Bagi orang India, meditasi ditengah-tengah kesunyian hutan itu adalah
merupakan cara yang mudah dan menyenangkan agar dapat memperoleh pengertian
yang benar. Dan kata Zen itu sendiri sebenarnya sama dengan arti Dyana dalam
bahasa sansekerta, yang berarti “perenungan yang tenang” atau “kegiatan
merenung”.[1]
Aliran Zen sudah memasuki cina pada abd ke 6 dan
sudah dikenal di Jepang ada masa Nara. Tetapi pada tahun 1191 ajarannya menjadi
dasar dari suatu aliran baru agama Budha di Jepang.
Aliran
Zen atau Ch’an masuk ke Jepang kira-kira
tahun 1200, ada yang mengatakan kira-kira abad ke-6 M. aliran ini mempunyai
jalur asal muasal dari ajaran Boddhidarma di Cina. Aliran Zen seringkali
disebut dengan “aliran fikiran Budha” dan sangat berbeda dengan aliran-aliran
lain yang ada di Jepang, dimana aliran ini mempunyai tujuan untuk memidahkan pikiran Buddha secara langsung ke dalam pikiran
para pemeluknya dan mengajarkan bahwa pencerahan hanya dapat diperoleh melalui
pemikiran yang intuitif. Oleh karena itu aliran ini lebih menekankan pada
displin dalam melakukan samadi untuk mencapai pencerahan, dan menolak doa-doa
atau kepercayaan terhadap adanya juru selamat.[2]
Di antara delapan puluh empat ribu ajaran dalam agama
Buddha, Zen adalah ajaran yang sekarang ini paling digemari untuk dipelajari
banyak orang. Meskipun pernah terbatas saja di wilayah timur tempat ajaran ini
berasal, ajaran Zen sekarang telah menarik perhatian dan minat di wilayah
barat. Sebutlah satu contoh, banyak universitas di Amerika yang telah membentuk
kelompok-kelompok meditasi.
Meskipun dikatakan bahwa Zen Buddhisme tidak
terikat oleh segala macam teori ajaran, yang penting adalah pengertian dan
intuisi serta meditasi, tetapi Sutra-Sutra berikut ini dijadikan sebagai teori
dalam Zen Buddhisme:
a.
Surangama Sutra
b.
Vajrachedika-Prajnaparamita Sutra,
c.
Lankavatara Sutra,
d.
Vimalakirti-Nirdesa Sutra,
e.
Sutra Altar oleh Hui Neng (The Platform Sutra of The Sixth
Patriarch)
Zen Buddhisme menerapkan Meditasi, yaitu Samatha Bhavana dan Vipasyana
Bhavana. Meditasi Zen Buddhisme, tidak dengan tata cara upacara, melainkan
secara wajar dan alamiah serta tidak terikat pada posisi duduk bersila. Dalam
Zen Buddhisme, bagi mereka walaupun tidak ada pendidikan formal juga akan tetap
memperoleh kemajuan spiritual, dengan demikian, Buddha Dharma akan lebih mudah
dipahami dan dihayati, asalkan dengan usaha yang sungguh-sungguh, tekun latihan
meditasi. Maka secara filsafat Zen Buddhisme, ajaran Dharma diberikan secara
langsung dari hati ke hati.
Filsafat Zen Buddhisme juga membahas tentang Sunyata. Sebagaimana
dijelaskan dalam Vajrachedika-Prajnaparamita Sutra, bahwa hati dan pikiran
kita, janganlah terikat dengan Anitya, Dukkha, dan Anatman. Segala sesuatu yang
bersyarat di alam fenomena ini tidaklah kekal atau terus berubah dan tidak
pasti, demikian juga seperti perasaan dan pikiran kita, jika terikat pada
perasaan dan pikiran kita, seandainya perbuatan baik yang telah dilakukan
sedangkan karma baik atas perbuatan baik kita itu tidak langsung berbuah,
bukankah itu akan sangat mengecewakan?[3]
Tujuan utama dari sekte Zen atau Ch’an bukanlah hanya duduk bermeditasi,
melainkan membina kesadaran pada diri kita sendiri atau membuka kesadaran diri
kita sendiri untuk mencapai ‘U’ (Satori). Setelah tercapainya ‘U’ (Satori) maka
secara psikologi, pikiran dan batin kita telah maju dan telah bebas dari segala
macam kemelekatan atau ikatan. Dia akan terus maju dan secara teologis, dapat
diartikan semakin mendekati Sang Absolut. Sekte Ch’an tidak terikat pada segala
macam tradisi, tata-upacara sembahyang, dan tidak terikat pada Sutra-sutra.
Yang paling penting adalah bagaimana menembusi isinya dan mengenal diri sendiri
secara intuisi; bagaimana merealisasikan Dharma. Dharma itu Sunyata karena itu
tidak dapat jika hanya dijelaskan dengan kata-kata, hanya dengan usaha yang
tekun dan waktu yang lama seseorang baru dapat merealisasikannya.[4]
Dari catatan sejarah ini, kita dapat melihat bahwa
gaya aliran Zen itu sungguh unik. Inti Zen adalah bahwa ajaran ini diwariskan
di luar ajaran tanpa bergantung pada bahasa lisan ataupun tulisan. Akan tetapi,
tidak semua orang dapat memahami objektivitas aliran Zen, dan ini mengarah pada
kesalahpengertian. Akan tetapi, ajaran Zen merupakan petunjuk untuk mencapai
pencerahan pikiran dan pengamatan sifat diri. Semua ajaran itu diungkapkan
menurut sifat diri seseorang dan sifat Buddha. Prinsip Zen didasarkan pada
konsep bahwa “semua makhluk memiliki sifat Buddha dan setiap orang dapat
menjadi Buddha.”
C.
ZEN BUDHISME DAN ALIRAN-ALIRANNYA
Terdapat beberapa aliran Zen Budhisme diantaranya adalah sebagai berikut:
RINZAI
Aliran ini didirikan oleh Eisai (114-1215), seorang pendeta Tendai,[5] Eisai mengunjungi Cina pada tahun 1168 dan
menjadi tertarik pada Ch’an. Sekali lagi ia belajar di Cina pada
tahun 1187-1191, mempelajari ajaran-ajaran lanjutan dari Ch’an.
Tradisi Rinzai menekankan pada
kensho, penglihatan batin terhadap sifat alami seseorang (one’s true nature).
Hal ini dilanjutkan dengan sesuatu yang disebut praktik post-satori, kelanjutan
dari praktik-praktik sebelumnya untuk mencapai Kebuddhaan.
Selain itu, tradisi Rinzai juga
menekankan pada interpretasi terhadap koan (paradoxical statement) yang hanya
dapat diakses oleh para pencari yang sebenarnya (the serious seekers).
SOTO ZEN
Tidak lama setelah Eisai mndirikan sekete Rinzai, seorang
pendeta lain bernama Dogen (1200-1252) mendirikan aliran Zen yang kedua di
Jepang yang diberi nama Soto Zen.[6] Dalam beberapa hal, Dogen sangat
berbeda dengan Eisai. Dilahirkan dari sebuah keluarga dari garis keturunan
terhormat, Dogen mengalami tragedi kehilangan kedua orang tuanya di usia yang
sangat muda. Menyadari kefanaan dunia ini, pada usia 13 tahun, Dogen memasuki
Biara Tendai di Pegunungan Hiei.
Pada 1223, Dogen pergi ke Cina, masih
dengan misi yang sama, mencari seseorang yang benar-benar telah mencapai
pencerahan, dan pada kesempatan itu ia bertemu dengan Ju-ching, seorang Master
Ch’an pada Biara T’ien-t’ung. Dibawah bimbingan Ju-Ching, Dogen mencapai
“pencerahan”. Kemudian ia kembali ke Jepang pada tahun 1227, mencoba
mentransmisikan capaian penglihatan batin barunya tanpa membangun sekte yang
baru. Bagaimana pun tradisinya dengan cepat membentuk satu sekte atau aliran
independen yang dikenal dengan Soto.
Aliran Soto ini menekankan pada
praktik Shinkataza, yaitu sekedar duduk. Istilah ini pertama kali digunakan
oleh guru dari Dogen dan secara literal berarti, “nothing but (shikan)
precisely (da) sitting (za).” Dengan kata lain, maksud Dogen adalah, “hanya
melakukan zazen dengan sepenuh hati” atau “menyatukan pikiran dalam duduk”.
Perbedaan antara kedua sekte tersebut ialah, bahwa sekte Rinzai
mempergunakan teknik-teknik tanya jawab, kriteria-kriteria sekitar tokoh-tokoh
aliran Zen masa lampau, masalah-masalah teka-teki dan lain sebagainya sebagai
alat bantu untuk mendapatkan pencerahan; sementara sekte Soto semata-mata
memusatkan fikiran dalam kegiatan meditasi sambil duduk dalam posisi kaki
bersilang.[7]
D.
KESIMPULAN
Tidak dapat di
pungkiri adanya aliran didalam aliran. Sebagai salah satu contoh adalah aliran
Zen yang berkembang di Jepang bercabang menjadi dua aliran yaitu Rinzai dan
Soto, yang keduanya berkembang dalam arah yang berlawanan. Sekte Rinzai memperoleh
pengikut dari kelas samurai yaitu golongan penguasa dan sekte Soto mendapat
pengikut dari golongan rakyat biasa. Hal ini dapat diungkapkan dengan istilah rinzai
shogun, soto domin, yang artinya rinzai untuk penguasa dan soto untuk
petani. Namun justru Soto Zen lah yang mendapat pengikut lebih banyak dan
paling aktif serta paling berpengaruh di Jepang.
E.
REFERENSI
o Djam’annuri. Agama Jepang. Yogyakarta:
PT. Bagus arafah, 1981
o Suwarto T. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta:
Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)