CERITA BUDHIS
Kisa Gotami --- Kebenaran Mulia Pertama: Dukkha
Kisa
Gotami adalah seorang wanita muda dari keluarga kaya raya, yang juga seorang
istri dari seorang pedagang kaya. Ketika anak laki-lakinya berusia satu tahun,
ia jatuh sakit dan meninggal. Karena larut dalam kesedihan Kisa Gotami lari
berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain, dengan tujuan memohon supaya
ada salah seorang yang membangkitkan anaknya kembali. Tentu saja tidak mungkin
ada yang sanggup menerim permintaannya. Akhirnya ia bertemu dengan salah
seorang penganut Budha dan menyuruhnya menemui Buddha Gautama. Ketika Gotami
membawa anaknya kepada Sang Budha, Sang Buddha berkata kepadanya: “Hanya ada
satu cara untuk menyelesaikan masalahmu. Pergi dan bawa kembali lima benih dari
keluarga yang belum pernah ada satupun dari keluarganya yang telah meninggal.” Akhirnya Kisa Gotami beranjak dan bertanya
dari rumah ke rumah namun tidak ada satupun yang tidak mengalami kematian dari
anggota keluarganya. Menyadari maksud Sang Budhha ia kembali menemui Sang
Buddha dan menjadi Biksuni.
Jebakan Monyet --- Kebenaran Mulia kedua: Penyebab Dukkha
Di
Cina, monyet-monyet ditangkap dengan cara yang unik. Pertama-tama Si pemburu
mengambil sebuah kelapa. Dia kemudian membuat sebuah lubang yang hanya cukup
bagi sebuah tangan masuk kedalamnya tanpa menggenggam apapun. Dia akan mengisi
kelapa tersebut dengan kacang-kacangan dan meletakkannya di tempat-tempat yang
biasa dilalui monyet. Sebelum pergi, Si pemburu akan menyebarkan kacang
disekitar kelapa. Cepat atau lambat simonyet akan melalui tempat tersebut.
Pertama-tama si monyet akan memakan kacang yang ada di tanah kemudian ia akan
menemukan bahwa didalam kelapa ada lebih banyak lagi kacang. Ketika ia
memasukkan tangannya kedalam kelapa dan menggenggam kacang tersebut, ia akan
kesulitan mengeluarkan tangannya, walau dipaksa bagaimanapun juga. Si monyet
kemudian menangis dan marah, karena tidak bisa melepaskan tangannya, tak lama
kemudian si Pemburu datang datang menangkapnya.
Seorang Bikkhu yang Bahagia --- Kebenaran Mulia ketiga: Akhir
Dukkha
Suatu
ketika terdapat seorang pemuda yang kaya raya dan memiliki kedudukan yang
tinggi. Dia menyadari bahwa penderitaan akan dialami oleh semua orang baik yang
kaya maupun yang miskin. Jadi ia memutuskan menjadi seorang biksu untuk
berlatih meditasi. Ia selalu tersenyum bahagia dalam kehidupan sucinya. Suatu
ketika biksu itu melewati sebuah kerajaan, raja kerajaan itu mengundang biksu
tersebut. Namun raja merasa terhina melihat biksu tersebut tidak menyadari
kedatangannya dan hanya tersenyum. Melihat ketidaksenangan Sang Raja Si Biksu berkata:
“Bersabarlah rajaku, dan saya akan mengatakan sebab mengapa aku bahagia, tidak
banyak orang yang mengetahuinya. Dulu aku seorang raja seperti halnya dirimu,
tapi setelah meninggalkan kerajaan dan memutuskan menjadi seorang biksu, saya
menemukan kebahagiaan yang saya cari. Duduk sendirian di hutan, saya tidak
merasa takut dan tidak perlu para pengawal untuk menjaga. Saya telah menemukan
kedamaian dalam meditasi”.
Sang
raja akhirnya menyadari apa arti sesungguhnya dari kebahagiaan.
Rakit --- Kebenaran Mulia keempat: Jalan Menuju Akhir Dukkha
Seorang
laki-laki yang sedang kabur dari kerajaan perampok sampai di tepian sebuah
sungai. Dia menyadari bahwa seberang sungai sana akan lebih aman untuknya.
Namun sayangnya ia tidak menemukan perahu untuk menyeberangi sungai tersebut.
Jadi secepat kilat ia mengumpulkan kayu, batang dan dedaunan untuk dijadikan
rakit. Dan dengan bantuan rakit tersebut dia akhirnya bisa menyeberang dengan
selamat ke seberang sungai.
Kamu Tidak Dapat Mengotori Langit --- Ucapan Benar
Suatu
ketika seorang pria pemarah menemui Sang Buddha. Pria tersebut menggunakan
kata-kata kasar untuk menghina Sang Buddha, Sidharta mendengarkannya dengan
diam dan sabar. Ketika si Pria berhenti bicara barula Sang Budha berkata: “Jika
seseorang ingin membrikanmu sesuatu, tapi kamu tidak menghendakinya, kepada
siapa pemberian itu ditujukan?”.
“Tentu
saja kepada dia yang hendak memberikan pemberian tersebut”, jawab si pria.
“demikian
juga dengan ucapan kasarmu”, kata Sang Budha. “saya tidak bermaksud menerimanya
dan dengan demikian ucapan itu adalah milikmu. Kamu harus menyimpan pemberian
ucapan kasar dan menghina untuk dirimu sendiri. Dan saya takut pada akhirnya
kamu akan menderita karena bagi seseorang yang menghina orang bijak dapat
menyebabkannya menderita. Ibarat seorang pria hendak mengotori langit dengan
meludahinya. Ludahnya tidak akan mengotori si langit dan akan jatuh mengenai
wajah si peludah itu sendiri”.
Pria
yang mendengar tersebut menjadi malu. Dia akhirnya memohon ma’af kepada Sang
Buddha dan menjadi salah satu pengikutnya.
Sumber
bacaan:
Upa.
Sanasena Seng hansen. Ikhtisar Ajaran Buddha. Yogyakarta: Vihara
Vidyaloka, cet. II, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)